Jum’at/09-11-2012
Memandang
ke arah langit cerah pagi ini. Berjalan disepanjang koridor. Tersenyum senang
melupakan lembayung senja yang terjadi kemarin sore. Membuka pintu dan segera
mengambil bangku kosong. Datang seorang mungkin utusan Tuhan untuk membuat sang
putri tersenyum kecil. Ia datang dengan setiap kebiasaannya. Memilih duduk di
sekitar sang putri yang memang sedang kosong. Sambil tersenyum kecil sang putri
terlihat bahagia. ‘Duduk di dekatnya saja itu sudah cukup Tuhan. Apalagi..’
begitu untaian kata yang terangkai menjadi kalimat yang di buat sang putri
untukNya yang telah menciptakan makhluk seistimewa dia. Tetapi kalimat itu tak
dilanjutkan karena menurutnya Tuhan cukup mengerti apa yang ia rasakan
sekarang. Jika ingin berharap, ingin selalu berada diatas dengan segala angan
dan tak ingin terjatuh.
Bagaikan
hidup tiada beban bila seperti ini. Hujan kemarin yang begitu amat deras kini
segera reda. Tapi sangat merasa tak pantas apabila sedang memandang rupawannya
dan masuk kedalam ruang ruang yang diciptakan otak untuk berfikir. Bukan
berfikir saja sebenarnya, tetapi berfikir menuju ke alam bawah sadar yang
kadang tak mampu di logika. Atau lebih tepatnya berimajinasi dengan kesenangan
sendiri. Berimajinasi ‘Mungkinkah dia bisa menjadi...’. Bila melihatnya
tersenyum, terasa dunia ini adalah sebuah kehidupan yang kekal dan abadi. Tapi
Hal ini menyayat kenyataan yang ada. Ternyata sang putri hanya bisa
menggapainya dalam sebuah mimpi alam bawah sadarnya. ‘Tak mengapa. Ini anugerah
Tuhan yang harus disyukuri.’
Saat
berjalan disetiap ruang kosong itu. Matanya menatap dan segera mengucapkan
sebuah pertanyaan yang tak penting. Dan sang putri menjawabnya dengan
tersenyum. Inilah yang pertama. Yang pertama makhluk Tuhan itu melontarkan
sebuah senyuman kesempurnaan dan mata mereka bertemu dalam sebuah titik yang
telah digariskan Tuhan bahwa tatapan saat itu hanyalah untuk sang putri. Yang
sebenarnya orang lain juga diperlakukan sama oleh makhluk Tuhan itu. Tapi
menurut sang putri, ini adalah hal langka baginya karena ia di dalam benaknya
tertanam rasa berbeda untuk makhluk Tuhan itu. Sebuah rasa dimana seseorang tak
akan jenuh bila terus menatap matanya dan terjatuh karena larutnya perasaan.
Sebuah rasa dimana tak akan jera baginya untuk melihat setiap senyum simpul
yang terukir di wajahnya. Sebuah rasa yang tidak lebih dari suka. Hanya kagum
belaka dengan kebiasaannya yang sesekali membuat sang putri tersenyum kecil dan
tak pernah menemukan makhluk seaneh dan seunik dia. ‘Terimakasih Tuhan atas
anugerah kecil yang Engkau berikan walaupun itu hanya sebagai penghiburku untuk
sementara’ . Inilah kebahagiaan yang tak pernah dirasakan sebelumnya oleh sang
putri