Berawal dari mendung yang menutupi
wajah sang surya pagi itu. Tetesan rintik air hujan mulai membasahi aspal
jalan. Gadis itu berjalan menuju halte bus dekat rumah mungilnya dengan membawa
satu keranjang aneka kue di tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya membawa
setumpuk tugas yang harus ia kumpulkan hari ini. Berjalan bersama sebuah asa
agar hari ini lebih baik daripada kemarin. Ia duduk berjejer dengan manusia –
manusia lainnya yang juga sedang menunggu bus.
Ia hanya
mempunyai tiga teman baik dalam hidupnya, Tuhan, ibu dan hati kecilnya. Entah
apa yang membuatnya selalu kesepian. Mungkin karena sikap acuh tak acuh
manusia. Atau karena keegoisan manusia yang menganggapnya tak ada dan terkadang
membuatnya terkadang layu.
Di bawah
langit mendung sehingga mengundang gerimis datang, rasa ketidaksabarannya
muncul. Mulailah ia berlari kecil menelusuri jalan menuju ke sekolahnya. Dan
waktu menunjukkan pukul 06.30. Ternyata, gerbang sekolah masih menganga lebar
saat ia sampai di depan sekolahnya. ‘Syukurlah’ batinnya.
Berjalan
menelusuri setiap lorong menuju ke ruang kelasnya, kemudian meletakkan tasnya
yang masih bersarang dibahunya. Dengan segera ia beranjak pergi membawa
keranjang yang ada di tangan kanan untuk dititipkannya di kantin sekolah. Di
tengah ia berjalan, Ia bertemu dengan sepasang mata angkuh dan sinis itu lagi.
Mereka saling menatap dalam diam. Sesegera mungkin merekapun saling memalingkan
pandangannya. Lelaki itu berjalan tegap dengan tangan sakunya. ‘Orang aneh’
Lelaki itu berbisik ditelinganya. Gadis itupun tertegun . Dalam sekejap Ia diam
dalam kesunyian. Dan ia berbisik dalam batinnya, ‘Ya aku memang aneh. Tetapi
inilah diriku menjadi apa adanya diriku. Aku tak perlu menjadi Dia, Kamu
ataupun Mereka. Cukup Aku! Tidakkah kamu tau siapa aku? Aku adalah pecundang
bersama sebuah cerita yang perlu kamu ingat, tidakkah kamu ingat cerita itu? Ya
aku memang pecundang yang tidak bisa meronta, aku hanya bisa berkaca dalam
batin. Tidak seperti kalian!’. Tiba – tiba emosinya tersulut dan tak sadar air
mata membasahi pipinya.
Ia segera
menitipkan keranjang di kantin sekolah dan beranjak menuju sebuah tempat di
balik gedung sekolah. Tempat itu adalah sebuah danau yang indah dan rindang.
Dijadikan tempat hidup sepasang penyu kecil yang tak tahu asal usulnya
dari mana. Ini adalah sebuah tempat
dimana ia sering menghabiskan waktu kesendiriannya. Saat dunia yang terlupa ini
menunjukkan keegoisannya dan mulai mencabik cabik perasaannya. Tetapi saat itu
ia menemukan pemandangan lain di sisi danau itu. Seorang lelaki tinggi dengan
tas yang masih bersarang di bahunya. Gadis itu tak ingin mengganggu ketenangan
seseorang sehingga ia memutuskan pergi. Belum sempat melangkah pergi, ternyata
ada suara yang terdengar ditelinganya.
“Tunggu! Maafkan kata – kata kasarku tadi. Aku tidak
bermaksud menyakiti perasaanmu.” Kata lelaki itu.
“Tak mengapa. Aku sudah biasa seperti ini. Di remehkan,
disinggung bahkan dicemooh.”
“Sejak kapan kamu tahu tempat ini? Ternyata indah juga
pemandangan disini.”
“Setelah tercatat satu bulan sejak awal pindah di sekolah
ini. Saat itu aku tak tahu harus berteman dengan siapa. Kamu baru tahu?” Jawab
gadis itu sembari membalikkan badan dan menuju ke tempat lelaki itu berdiri.
“Ya aku baru tahu, setelah tak sengaja lewat di gedung
belakang sekolah.”
“Aku sering melamun di tempat ini. Melamunkan tentang ..... “
Gadis itu tak melanjutkan ceritanya.
“Tentang apa?”
“Sudahlah kamu tak perlu tahu. Mungkin ini tidak penting
bagimu. Kamu mau ikut permainanku?”
“Permainan apa?” Jawab lelaki itu dengan singkat.
“Tulis semua keinginanmu disini.” Kata gadis itu sembari
mengulurkan sebuah kertas kecil kosong.
Mulailah mereka berdua menodai kertas suci itu dengan goresan
tinta hitam tentang keinginan mereka masing – masing. Asyik dengan sendirinya.
Dalam keasyikan, dengan tamat Gadis itu menatap lelaki disampingnya secara
dalam sambil tersenyum simpul.
“Sudah selesai.” Suara lelaki itu menggelegar membangunkan
sang gadis dari lamunannya.
“O..oh sudah selesai. Masukkan ke dalam botol plastik ini.”
Kata sang gadis seraya menyodorkan botol plastik yang di dalamnya sudah terisi
gulungan kertas kecil berisi keinginan gadis itu. Mulailah ia mengambil ranting
pohon yang berserakkan dan mulai membuat sebuah lubang untuk memendam botol plastik
itu.
“Gundukan tanah yang berisi botol ini akan aku beri lambang
X. Gundukan ini boleh di buka setelah 17 hari mendatang. Kamu tak perlu
bertanya mengapa demikian. Karena suatu saat nanti kamu pasti tahu.” Jelas
Gadis itu dan beranjak pergi ke kelas karena bel masuk sekolah sudah berbunyi. Dan
semakin jauh meninggalkan lelaki itu yang sedang kebingungan.
***
Waktu terus bergulir begitu cepat.
Hampir tak ada waktu untuk diam dan bersandar dalam sunyi. Semakin
mempersingkat waktu menuju ke penghabisan. Tercatat sudah hari ke 17 setelah
hari itu. Dan hari ini mereka telah berjanji bersama – sama membuka botol
plastik itu,‘ Setiap pagi, lelaki itu duduk di bibir danau, namun sudah 7 hari
ini tak terlihat gadis aneh itu menemaninya. Atau hanya sekedar duduk
disampingnya dengan membicarakan sesuatu yang tidak penting. Atapun hanya
sekedar menceritakan lelucon – lelucon kecil yang dianggapnya tak lucu, namun
ia tetap tertawa. Ia kesepian dalam kesendiriannya. Dalam keheningan ia
terlupa. Ia lupa menanyakan nama gadis aneh itu. Betapa bodohnya aku, yang aku
tahu hanyalah dia anak baru di sekolah ini.’ batinnya. Dia beranjak dari tempat
semula dan mulai melangkahkan kakinya menuju ke ruang kelasnya. Disepanjang
perjalanan, ia menanyakan tentang asal usul gadis itu. Namun tiada yang tahu.
“Kamu kenal sama perempuan.. Yang karakteristik anaknya itu
kurus, tinggi, rambutnya sebahu, dan ada tahi lalat di pipi sebelah kanannya,
setiap pagi dia selalu membawa keranjang di tangan kanannya. Dia anak baru di
sekolah ini.” Tanya lelaki itu kepada salah seorang temannya. Ia menanyakan hal
yang sama kepada setiap orang yang ia temui. Namun tiada yang tahu. Lantas
siapa gadis itu? Rasa penasarannya semakin menjadi jadi. Kemudian ia duduk di
bangkunya dengan dihantui rasa penasaran yang teramat hebat.
“Yogi, Kamu kenal sama perempuan.. Yang karakteristik anaknya
itu kurus, tinggi, rambutnya sebahu, dan ada tahi lalat di pipi sebelah
kanannya, setiap pagi dia selalu membawa keranjang di tangan kanannya. . Dia
anak baru di sekolah ini.” Tanyanya pada teman sebangkunya.
“Ohh, anak baru yang aneh itu? Dia anak kelas sebelah. Kata
temenku yang sekelas sama dia, Dia sudah beberapa hari ini tidak masuk sekolah.
Namun anehnya, pihak sekolah tidak pernah menanyakan kehadirannya pada waktu
absensi.” Jawab teman sebangkunya.
Bergegas pergi ke danau belakang sekolah. Dan menggali
gundukan tanah tempat botol plastik itu di pendam. Dibukanya gulungan kertas
kecil milik wanita aneh itu. Dibacanya dengan suara pelan.
“Hai asta, Apa kabar? Pasti selalu baik. Aku ingin bercerita
sedikit tentang sesosok laki – laki yang telah membawaku ke tempat ini. Ya,
karena lelaki itu aku bisa sampai di sekolah ini. Aku hanya ingin menemui
sahabat kecilku dulu. Sahabat kecilku yang senantiasa menjagaku tak pernah
lelah. Pernah teringat di benakku tentang sebuah kenangan disaat duduk di
sekolah dasar, dimana dia menjagaku disaat tubuhku lemah tak berdaya karena
penyakit itu dan memberi semangat kepadaku sampai aku dapat bertahan. Dia
adalah Asta Gunawan Wibisono. Dan hari ini mungkin aku tidak berada di
sampingnya karena leukimia ini telah menemani di setiap kehadiranku. Aku sedang
berada disisi Tuhan. Aku bahagia disini. Aku...” Belum selesai membaca,
terdengar suara seorang perempuan ..
“Ini ada titipan dari safia.” Sambil menyodorkan amplop
coklat kepada asta
“Safia menyuruhku untuk datang kesini pada hari ke 17. Dia
sudah cerita semuanya kepadaku untuk memastikan kamu sudah membaca surat itu.
Dia sudah meninggalkan kita sejak 5 hari yang lalu karena penyakit itu.
Mestinya kamu sudah tahu dia sakit apa. Karena kamu adalah sahabat kecilnya
dulu yang membuatnya untuk memilih sekolah di SMA ini. Dia tak berani
menceritakan ini semua padamu, karena dia merasa bahwa dia bukan siapa siapa
disini. Dia terlalu takut. Bahkan Dia menyebut dirinya sendiri pecundang saat
dia bercerita kepadaku dengan air matanya yang mulai berlinang. ” Lanjutnya
dengan air mata mulai menetes.
“Ini adalah foto saat kita masih kecil dulu. Lucu. (sambil
tersenyum simpul). Tapi dia tak ada disini sekarang (mimik wajahnya mulai
berubah). Dia sudah tenang di alam sana. Tapi dia tetap berada di hati ini
sebagai sahabat kecilku dulu. Dia tetap ada.”