Sabtu, 06 Oktober 2012

Roman Yang Tak Mau Kusebut Namanya



Aku tetap tidak mengerti dan mungkin tidak akan pernah mengerti . Mengapa kita bisa dipertemukan disini, ditempat ini. Entah dari mana aku memulai ceritaku tentang semua ini. Terkadang terasa biasa saja. Namun terkadang terasa sempurna. Begitu sangat sempurna. Mungkinkah jika hanya sebuah mimpi dan khayalan akan masa itu. Aku hanya bisa menopang sebuah harap yang kemungkinan tiada ujungnya, kecuali Tuhan menunjukkan kebesaranNya.

Mungkin hanya sepasang mata bola yang terkadang tersenyum sipit. Dengan paras yang menurut mata ini mengeluarkan beribu makna yang tak tahu artinya. Mungkin hanya sebatas pasangan alis tipis menghias diatas matanya. Hanya sebuah hidung dan bibir tipis yang terkadang dihiasi senyum kecil. Kulit sawo matang yang dihiasi jam tangan silver melingkar di pergelangan tangan. Badan tegap berjalan di depan mataku. Hampir sempurna karena kesempurnaan sepenuhnya hanyalah milik Sang Pencipta.

Maafkan atas semua ini. Atas perasaan kagum yang menggerogoti dari kepala sampai ujung kaki. Maafkan bila suatu saat nanti benar benar terjatuh. Maafkan bila suatu saat nanti akan datang sebuah penantian yang tak tahu arah. Maafkan atas datangnya sebuah impian  yang akan terjadi jika Tuhan berkehendak. Tak akan lelah aku selalu berharap akan datangnya sebuah kenyataan hasil dari impian tersebut. Akankah? Mungkinkah?

Aku tahu ini semua fana dan tiada arti. Tapi dada ini begitu sesak melihatnya. Kelopak mata ini seakan tak ingin tertutup. Bibir ini tak ingin berhenti tersenyum. Tangan ini tak ingin berhenti menopang dagu. Raga ini tak ingin membalikkan dirinya sendiri. Ingin terjatuh dipundaknya seraya berkata “Tahukah kau wanita yang terjatuh ini? Wanita yang berdiri di sampingmu ini? Dia adalah wanita yang memiliki sebuah impian untuk mengisi kehampaan ruang di jiwamu”.

Tenang, damai, aman, nyaman, bila jarak ini terhapus sedikit demi sedikit. Bila hayalan ini sedikit terkikis. Bila Dia ibarat sebuah lembaran kosong. Aku tak akan membiarkan orang lain menuliskan sebuah kalimat ataupun kata ataupun huruf bahkan hanya sebuah titik yang tak bermakna. Bukan orang lain. Tapi kutulis sendiri. Bukan hanya sebuah tulisan penuh makna dengan warna hitam putih. Tetapi akan kutulis dengan tinta warna warni agar lebih bermakna, mempesona, dan mengesankan.

Mengapa tak pernah habis setiap rangkaian huruf yang tersusun menjadi sebuah kata dan tergabung dalam rangkaian kalimat yang tersusun rapi. Yang kutulis hanya untuk Dia yang tak mau kusebut namanya. Aku berharap dunia tidak pernah tahu tentang hati, jiwa dan setiap pandangan yang terlintas dimataku tentang sosok yang tak mau kusebut namanya. Biarlah hanya menjadi sebuah karangan fiktif belaka di otakku yang akan abadi selamanya. Dan akan kuceritakan suatu saat nanti kepada anak cucuku tentang manusia yang tak mau kusebut namanya. Sekian tentang sepasang mata bola yang membuat wanita ini jatuh kedalam khayalan tingkat tingginya.